- Panas di atmosfer Venus di induksi dari pemanasan rumah kaca yang kuat. Walau begitu, ia mungkin memiliki efek pendingian di interior planet.
Teori aneh ini berdasarkan perhitungan dari sebuah model yang disajikan dalam Kongres Ilmu Keplanetan Eropa (EPSC) di Roma.
“Selama berpuluh tahun, kita sudah tahu adanya banyak gas rumah kaca di atmosfer Venus yang menyebabkan panas yang luar biasa,” jelas Lena Noack dari Pusat Antariksa Jerman (DLR) di Berlin, penulis utama studi ini.
“Karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya bertanggung jawab untuk suhu tinggi yang ditiupkan ke atmosfer oleh ribuan gunung berapi di masa lalu. Panas permanen – yang sekarang terukur 470 derajat Celsius secara global di Venus – mungkin lebih panas lagi di masa lalu dan dalam siklusnya membawa pada lebih banyak letusan gunung berapi. Namun pada titik tertentu, proses ini berbalik – suhu tinggi menyebabkan perpindahan sebagian dari kerak Venus, dan menyebabkan pendinginan yang efisien di mantel, sehingga letusan gunung berapi semakin langka. Hasilnya adalah menurunnya suhu permukaan, kurang lebih sama dengan suhu permukaan Venus sekarang, dan perpindahan permukaan terhenti.”
Sumber magma, atau bahan batuan cair, dan gas gunung berapi berada jauh di dalam mantel Venus. Peluruhan unsur radioaktif yang diwarisi dari balok dasar planet saat pembentukan Tata Surya, dan panas yang tersimpan di interior dari masa pembentukan planet, menghasilkan panas yang cukup untuk membangkitkan pelelehan sebagian magma kaya silikat, besi dan magnesium di mantel atas. Batuan cair lebih banyak dan lebih ringan daripada batuan padat di sekitarnya walaupun komposisinya sama. Karenanya, magma dapat naik dan masuk ke kerak yang kaku lewat saluran-saluran gunung berapi, menyebarkan lava di permukaan dan meniupkan gas ke atmosfer. Sebagian besar gas ini adalah gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), uap air (H2O) dan belerang dioksida (SO2).
Walau begitu, semakin banyak gas rumah kaca, semakin panas atmosfer, dan mungkin menyebabkan lebih banyak lagi letusan gunung berapi. Untuk menemukan mengapa proses ini berakhir pada kondisi Venus yang merah panas seperti sekarang, Lena Noack dan Doris Breuer, penulis pendamping studi ini, menghitung untuk pertama kalinya sebuah model dimana atmosfer panas di kopel dengan sebuah model interior planet 3 dimensi. Tidak seperti di Bumi, suhu tinggi memiliki efek jauh lebih besar di interface dengan permukaan batuan, memanaskannya secara besar-besaran.
“Menariknya, karena meningkatnya suhu permukaan, permukaannya bergerak dan efek isolasi di kerak menjadi hilang,” kata Noack. “Mantel Venus kehilangan sebagian besar energi panasnya ke dunia luar. Seperti membuka tutup panci berisi air mendidih, panas dari mantel lepas. Akibatnya interior Venus mendadak mendingin dengan cepat dan letusan gunung berapi tidak terjadi lagi. Model kami menunjukkan kalau setelah era ‘panas’ vulkanisme, menurunnya frekuensi vulkanisme membawa pada penurunan suhu di atmosfer.”
Perhitungan para geofisikawan memberikan hasil lain yang menarik: proses pemunculan gunung berapi terjadi di berbagai tempat di berbagai masa. Saat atmosfer mendingin, pergerakan permukaan berhenti. Namun, masih ada beberapa gunung berapi aktif yang meletuskan aliran lava di beberapa tempat. Beberapa gunung berapi ini bahkan masih aktif hingga sekarang, yang sesuai dengan hasil terbaru dari misi Venus Express milik Badan Antariksa Eropa. Titik-titik panas yang terdeteksi ini sebelumnya diduga telah punah. Sejauh ini memang belum ada gunung berapi aktif yang sedang meletus ditemukan di Venus, namun tidaklah mengherankan bila Venus Express atau pesawat penjelajah lain di masa depan akan mendeteksi adanya letusan tersebut di planet tetangga terdekat Bumi ini.
Semoga Bermanfaat.
Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar